Saturday, June 23, 2007

Diperlukan Rp. 460.800.000,-/org/thn untuk mendapatkan Konsentrat Darah bagi setiap penderita Hemofilia

Berikut penjelasan HMHI Pusat (Himpunan Masyarakat Hemofilia Indonesia) yang disampaikan oleh Ibu Novi Riandini berkaitan dengan pengadaan Koate bagi penderita Hemofilia. Pada saat awal beberapa daerah menyatakan telah sukses dapat mengklaim koate melalui ASKES, tapi Jakarta masih ragu karena banyak pemikiran2 yang mendasar. Jadi, langkah yang kita ambil hingga saat ini adalah TIDAK PERNAH menggunakan Koate sebagai main treatment (pengobatan utama) pada hemofilia. Apalagi menggunakannya sebagai pengobatan profilaksis (pemberian pengobatan secara berkala tanpa perdarahan). Informasi yang saya dapatkan adalah adanya daerah yang menggunakan koate untuk pengobatan profilaksis dan sebagai main treatment.


Kita tidak bisa menyalahkan secara utuh kebijakan pemerintah. Karena perlu disadari bersama, berdasarkan pengalaman saya dalam membina hubungan dengan negara2 lain yang mempunyai organisasi hemofilia terutama negara2 di eropa, australia, Thailand, Singapura, India, US
bahkan India, Informasi yang saya terima dari mereka adalah TIDAK SATUPUN negara didunia ini yang menggunakan pengadaan Konsentrat seperti yang negara kita lakukan. Yakni dengan pengadaan konsentrat melalui distributor.

Di negara2 lain, mereka membeli dengan sistem TENDER langsung ke beberapa pabrik obat bukan ke distributor. Atau seperti malaysia, yang mengirimkan darah ke Australia yang nantinya hasil jadi konsentratnya dikirim ke negara itu sendiri. Yang saya tau, malaysia dan singapura tidak memberikan konsentrat secara cuma-cuma. Melainkan hanya subsidi dalam bentuk potongan harga. Untuk di Singapura 1 vial (250 IU) dijual berkisar Rp. 600.000.
Melalui cara2 ini pengeluaran banyak yang bisa ditekan. Mulai dari bea masuk hingga dana sponsor yang nantinya malah membebani biaya atas penjualan konsentrat itu sendiri.

Pengadaan Konsentrat tidak lah mudah. Ini juga terjadi di berbagai negara. Yang saya ikuti dari Thailand adalah pada awalnya Thailand berfikir untuk memproduksi sendiri, namun karena biaya yang akan ditanggung sangatlah mahal, akhirnya mereka memutuskan untuk tender langsung. Tapi itu pun tidak juga mudah karena perlu proses tahunan dan dana yang besar walaupun pemerintahnya sudah menyatakan full support. Yang saya tau, hingga saat ini mereka pun masih dalam proses tender kendati mereka telah memulainya pada tahun 2003/2004.

Pada tahun 2003 Prof. Moeslichan pernah mengungkapkan pemikirannya untuk pengadaan krio kering (krio dalam bentuk bubuk sehingga pendistribusiannya lebih mudah) kepada PMI, Menkes dan WFH. Tetapi, ternyata banyak kendala yang akan ditemui nantinya. Selain pengadaan darah di indonesia yang masih belum berjalan dgn baik. Kita ketahui bersama, masih sering ditemui kurangnya persediaan darah terutama saat wabah DBD atau bulan puasa misalnya. Selain itu juga WFH sangat tidak menyarankan hal itu dilakukan oleh Indonesia melalui medical advisor mereka. Alasan mereka cost yang akan dikeluarkan akan tidak jauh
berbeda apabila kita melakukan tender langsung untuk konsentrat.

Pada tahun 2006, Jakarta baru mulai memberanikan diri untuk mengklaim Koate. Tapi itupun kami jadikan second treatment setelah darah. Kami baru mengklaim Koate pada situasi special case (saat darah kosong, perdarahan berat) dan emergency case (perdarahan kepala). Itupun masih mendapat batasan2 yakni pengobatan On-Demand. Kami merasa bila mengklaim koate secara main treatment akan membuat shock theraphy untuk pemerintah yang tidak mengetahui secara detail pengobatan hemofilia itu sendiri. Yang mereka tau hanyalah dana yang
membludak akibat klaim2 tersebut sehingga mereka nantinya akan mengkunci 'pengklaiman' .

Seiring hal tersebut, tahun 2006 - 2007 yang lalu kamipun kembali menghadap Menkes yang kemudian diteruskan kepada DirJen dan sekjen Yanmed (Pelayanan Medik Depkes RI). Inti utama dari pembicaraan tersebut adalah untuk memasukkan SELURUH penderita hemofilia pada daftar ASKESKIN. Karena ini merupakan awal yang harus kita lalui dulu sebelum meminta akses konsentrat secara gratis/subsidi dari pemerintah yang dananya bukan lagi milyaran, tapi bisa mencapai trilyun. Hingga saat ini, kami masih menanti jawaban dari pihak DEPKES.

Saya bukan ingin membela pemerintah, coba mohon difikir secara seksama, perhitungan pengadaan konsentrat untuk satu orang pasien hemofilia berat dengan perdarahan ringan dgn berat badan 50 kg (bila menggunakan perawatan on-demand/saat terjadi perdarahan saja) :

dalam 1 hari maka ia akan membutuhkan:
50 (Kg) x 20 IU = 1.000 IU
Bila Koate yang digunakan adalah 250 IU dengan harga Rp. 1.200.000,-
Maka yang dibutuhkannya untuk sekali periode treatment adalah 4 vial
yang artinya Rp. 4.800.000,-

Untuk sebulan:
Biasanya hemofilia berat akan mengalami perdarahan sendi/otot 1 - 2
kali seminggu.
Artinya mereka akan membutuhkan 2 x 4 x Rp. 4.800.000,- = Rp. 38.400.000,-

Untuk 1 tahun:
12 x Rp. 38.400.000,- = Rp. 460.800.000, -

Ilustrasi penghitungan tersebut baru pada perdarahan ringan lho... belum termasuk perdarahan sedang (gigi, selangkangan) , berat, hemofilia dengan Inhibitor, pasca operasi atau perdarahan kepala. Dan baru untuk 1 orang penderita hemofilia saja. Bukan seluruh Indonesia yang tercatat 1,130 orang.

Jadi untuk menyadarkan pemerintah, untuk hal ini sangatlah tidak mudah apalagi di Indonesia dengan dana sekian banyak untuk jumlah orang yang relatif rendah. Karena biasanya pemerintah lebih memprioritaskan kejadian2 wabah nasional (DBD dll). Kalaupun pada saatnya kita akan mencapai arahan kesana, biasanya pemerintah harus melakukan open tender dengan bukan hanya satu pabrik obat.

Memang kita perlu BERSATU untuk memikirkan hal-hal ini namun kita pun perlu melakukannya dengan cara yang manis, benar dan baik. Jangan terlalu frontal karena dampaknya akan dihadapi oleh pasien itu sendiri.

Sebenarnya hal ini sudah saya dengar beberapa hari yang lalu, hanya saja saya masih harus meredam dulu dan menunggu sepulangnya Prof. Moeslichan dari Austria. Mungkin bila beliau besok masuk, saya akan bertemu dengan beliau dan membicarakan hal-hal ini serta langkah apa
yang harus dilakukan.

Jadi mohon bantuan untuk semua pihak berfikir positif dulu yaa... dan sabar... Mohon dengan segala hormat, hal seperti ini untuk tidak dibahas di milis sebelum kita mengetahui jelas duduk persoalan dan hitam diatas putihnya. Dan bila memang sudah jelas semuanya, baru kita dapat
bergerak. Mengingat anggota milis ini dari kalangan yang cukup beragam dan belum tentu mereka mengetahui informasi secara lengkap dan menyeluruh, e-mail seperti ini dapat memberikan dampak psikis yang kurang baik untuk pasien itu sendiri. Sejak e-mail ini di gelar saya langsung mendapatkan beberapa telepon dari peserta milis dengan nada resah. Dan tolong, jangan mudah terprovokasi oleh pihak manapun. So, be wise please...

Best regards,
Novi Riandini

No comments: