Friday, August 8, 2008

Dari Gang Kecil Menuju Dunia

Gagasan ide di bawah ini sangatlah menarik. Banyak orang yang sudah tahu cara ini tetapi lebih banyak orang yang belum mengetahuinya. Informasi seperti di bawah ini akan sangat bermakna jika mulai dikenal sejak dini oleh generasi kita dengan demikian mereka bisa meng-eksplorasi dirinya.


Sumber : Kompas Tekno, 7 Agustus 2008

Mengendalikan Bisnis dari Rumah

Kamis, 7 Agustus 2008 | 15:40 WIB

Oleh Amir Sodikin

Dari kawasan gang sempit yang hanya bisa dilewati kendaraan roda dua, tepatnya di Jalan Pancoran Barat, Jakarta Selatan, anak-anak muda yang kreatif sibuk membuat karya komik. Sebagian mengerjakan order komik untuk penerbit komik ternama di Amerika Serikat dan Kanada. Bagaimana bisa begitu? Internet kuncinya!

Dengan bendera rumahwarna, illustrations comics and design, Suryo Nugroho dan kawan-kawannya bisa eksis di dunia penerbitan komik tanpa harus memiliki kantor mentereng lebih dulu. Sampai kini, kendala bisnis yang dia geluti adalah susahnya menembus penerbit Indonesia untuk membuat komik buatan sendiri.

Namun, kehadiran internet telah membuat mereka terhubung secara cepat dan efisien ke calon-calon klien potensial mereka di seluruh penjuru dunia. Setidaknya ini bisa menjadi pelipur lara sambil menunggu penerbit Indonesia untuk membuka hati.

”Kami sudah lama mengerjakan komik-komik dari Amerika Serikat dan Kanada, awalnya dari tawaran sebuan agensi di Amerika Serikat yang tertarik melihat karya-karya komik kami di internet,” kata Suryo Nugroho yang lebih dikenal sebagai Injun.

Penerbit biasanya hanya memiliki cerita dan belum menentukan karakter-karakter tokoh di dalamnya. Pekerjaan Injun dan para komikus adalah menafsirkan cerita teks ke dalam gambar. ”Kami mengajukan karakter tokoh-tokohnya, melalui beberapa tahap, biasanya mereka oke dengan desain kami,” katanya.

Setelah semua desain disetujui, rumahwarna akan mengirim karya lengkap itu dengan resolusi rendah ke penerbit di luar negeri. ”Setelah pembayaran dilakukan, baru kami mengirim karya resolusi tinggi,” katanya.

Hasil karya berupa gambar anak-anak Indonesia kini sudah diakui dunia. Lewat teknologi internet, yang sekarang sudah menjadi teknologi sederhana, siapa pun yang kreatif akan menemukan ”dunianya” dan bisa bekerja di mana saja tanpa batas.

Ide sederhana

Banyak bisnis dotcom tumbang karena didasari pada konsep-konsep muluk, berbelit-belit, dan terlalu lama dipikirkan. Rapat sering digelar membahas konsep-konsep detail, tetapi semua itu tak menjamin dan tak ada yang mampu mengalahkan keandalan ide-ide sederhana.

Untuk memulai bisnis tersebut, mereka bisa dibilang tak memerlukan modal awal. Mereka juga tak langsung membuat website berbayar sendiri. Dimulai dengan ide sederhana, yaitu hanya dengan menaruh contoh-contoh karya komik mereka di fasilitas gratis Flickr.com, mereka sudah terhubung dengan dunia.

Permulaan yang mereka tempuh tidaklah rumit, tidak juga terlalu hi-tech. Sederhana dan sering dilakukan anak-anak sekolah atau orang awam yang baru berkenalan dengan dunia internet.

”Kami bekerja jarak jauh, semua tahapan proses dilakukan melalui internet. Kami tidak kenal mereka, mereka juga tidak kenal kami, kuncinya hanya saling percaya,” kata Injun.

Tradisi internet

Harus diakui, tradisi berinternet di Indonesia masih baru. Bisnis yang berlandaskan internet di Indonesia bisa dibilang masih didominasi bisnis semu. Hal itu terjadi karena orang- orang memanfaatkan internet awalnya karena dorongan mencari hiburan.

Mulai bersosialisasi dengan teman-teman menggunakan website jaringan pertemanan, hingga hiburan musik, video, atau film. Paling mentok untuk penelusuran literatur, mengerjakan pekerjaan rumah bagi para pelajar, memperdalam riset, mencari resep makanan, atau memanfaatkannya untuk mejeng semata dengan membangun blog.

Ide-ide bisnis berbasis internet di Indonesia bisa dibilang jalan di tempat. Tidak berkembang. Hal maksimal yang sering dilakukan adalah memindahkan cara-cara konvensional ke dunia online, misalnya membangun jaringan multilevel marketing online. Hasilnya bervariasi, tetapi pola seperti ini sebenarnya tak membuat fondasi bisnis internet berkembang kuat.

Level di atasnya adalah membangun jaringan marketing online. Iklan-iklan online yang mengalihkan ruang iklan terbatas di darat ke ruang tak terbatas di internet inilah yang kini mendominasi bisnis dunia maya. Namun, pemain di bidang ini tak banyak karena butuh cukup modal (uang dan keahlian teknis).

Kendala itulah yang membuat ekonomi internet tak bisa bekerja massal. Masyarakat masih belum percaya ekonomi internet bisa menyederhanakan transaksi, bisa mengefisiensikan ekonomi, dan lebih ramah lingkungan karena memangkas transportasi.

Seperti kisah rumahwarna, mereka tak perlu pergi ke Amerika Serikat untuk menawarkan karya-karyanya dan tak perlu mengirim karya fisik itu melalui jalur udara dan darat. Cukup dengan internet, energi mereka lebih efisien terpakai.

Masih konsumtif

Masyarakat masih menganggap, membeli akses internet itu pemborosan. Kebanyakan orang Indonesia memang menggunakan internet hanya untuk mengakses konten atau hanya menjadi pengguna pasif dari fasilitas bermain website tertentu.

Kita sudah merasa bangga menjadi pengakses tetap Friendster atau Blogger, padahal seharusnya kita memikirkan bagaimana cara membuat perusahaan seperti Friendster atau Blogger. Kita menjadi pencandu situs berbagi video seperti Youtube, padahal sudah saatnya kita memikirkan membuat layanan serupa di Indonesia.

”Kebanyakan pengguna internet Indonesia memang baru memanfaatkan internet untuk mengakses konten, belum menciptakan konten,” begitu Country Manager Intel Indonesia, Budi Wahyu Jati, membenarkan.

Padahal, akses internet bisa dijadikan alat produksi yang bisa membantu ekonomi keluarga. Lewat ide-ide sederhana, dari rumah, seorang ibu rumah tangga bisa mengoperasikan portal berita khusus soal perawatan bayi, misalnya, dan dapat menghasilkan peluang bisnis di bidang iklan online. Atau, bisa membuat baju-baju lucu khusus anak-anak kemudian bisa dijual online.

Internet seharusnya bukan lagi barang mewah untuk hiburan. Jika di rumah berlangganan internet di atas Rp 500.000 per bulan, tetapi tak menghasilkan apa-apa (kecerdasan tidak, uang tidak, efisiensi berkomunikasi pun tidak), berarti kita termasuk bagian orang-orang konsumtif yang menjadikan internet sebagai hiburan semata.

Amir Sodikin

No comments: