Wednesday, April 23, 2008

Cerita Saudaraku Gunarso

JEMBATAN JALAN KIMIA

Tau jembatan di jalan Dipenogoro, sebelum RSCM antara jalan Kimia dan RSCM ?. Nah jembatan itu pernah jadi patokan kepanikan saya waktu kecil jika melewatinya. Tandanya detik-detik penderitaan baru akan dimulai. Maunya detik-detik itu berlalu dengan sangat cepat. Dari situ saya siap-siap untuk membenahi hati yang kecut untuk menerima kejadian selanjutnya. Tau kenapa?. Karena sebentar lagi saya akan menerima transfusi di bagian hematologi anak RSCM. Padahal kejadian ini selalu berulang terus hampir tiap minggu. Tapi entah kenapa perasaan itu tidak pernah hilang.

Ruangan transfusi hematologi anak RSCM dulu sangat sempit. Dalam satu ruangan itu barbaur dengan anak-anak dengan berbagai macam penyakit seperti talasemia, leukemia, hemofilia dan penyakit lain yang butuh transfusi darah. Dengan raut muka berbeda-beda, menangis, ketakutan, tidur karena kelelahan menangis, ada yang menjerit, dan ada pula yang diam meringis menahan sakit. Mulai dari bayi hingga anak remaja ada di situ dengan postur tubuh yang berbeda-beda, mulai dari yang bentuk normal, kurus dan rambut kepala rontok akibat kemoterapi karena leukemia, kulit hitam karena talasemia dan berjalan pincang karena hemofila. Belum ditambah para orang tua yang menemaninya.

Yang saya ingat benar adalah dua orang perawat pria yang baik, sabar dan sayang dengan anak-anak, Pak Jono dan Pak Didi. Pak Jono berperawakan gemuk berkacamata dan saat itu usianya sekitar 50-60 tahun. Pak Didi masih muda sekitar 25-35 tahun dan selalu berpenampilan rapi. Anak-anak senang dengan mereka.

Pak Jono itu jago kalau mentransfusi anak-anak. Tinggal pilih mau dimana, pasti dia bisa, tanpa menimbulkan rasa sakit yang berarti dan selalu berhasil dalam sekali tusuk. Mulai dari pergelangan tangan, siku, pergelangan kaki, bahkan ada yang pernah di ambil contoh darahnya di leher atau kepala karena di bagian lain tidak ada darahnya. Hiii kebayang ngga ? Tapi begitulah kenyataanya.

Dan satu lagi, saat itu belum ada aboket, dan wing needle masih jarang dipakai. Yang dipakai adalah jarum yang ada di blood set. Tau kan jarum itu bentuknya gimana?, yang lubang jarum nya sendiri bisa di masukkan jarum lagi!. Semua anak memakai jarum itu, kecuali bayi. Coba periksa anak-anak hemofilia di Jakarta yang dulu pernah berobat di RSCM, yang seumuran saya, pasti tangan-nya banyak yang ‘kapalan’, akibat dari jarum itu.

Untuk anak yang HB-nya rendah biasanya mendapat kan transfusi darah merah. Untuk mendapatkan darah merah, harus diambil contoh darahnya. Pak Didi dan Pak Jono akan menggunakan jarum selang udara (dahulu masih ada transfusi darah yang menggunakan botol, sehingga butuh sebuah selang pendek dengan ujung jarum untuk memasukkan udara ke dalam botol agar darah dapat mengalir lancar) yang langsung disuntikan ke anak dan darah yang menetes, ditampung ke dalam botol kecil sebagai contoh darah di bank darah. Saat itu jarang menggunakan syringe.

Pada saat itu koate untuk faktor VIII dan conine untuk faktor IX belum ada. Semua penderita hemofilia menggunakan cryo atau FFP. Apalagi saya sering mengalami alergi transfusi. Pernah saya ingat, entah kenapa saat itu dokter-dokter menggunakan syringe untuk memasukan cryo kedalam tubuh saya (saya waktu itu masih teridentifikasi sebagai hemofilia A, sekarang hemofilia B). Badan saya alergi, seluruh tubuh bengkak karena alergi. Mereka menggunakan lebih dari 2 syringe untuk mengambil cryo dari tiap kantong, dan memasukkannya secara bertahap lewat wing needle. Yang saya ingat saya sudah tidak bisa menangis lagi, tinggal nafasnya yang tersengal-sengal, pasrah.

Nah kebayangkan kenapa saya stres begitu sudah sampai di jambatan jalan Kimia…
Itu adalah gambaran masa anak-anak saya diakhir tahun 70an dan tahun 80an di RSCM.

Sekarang impian saya agar anak-anak hemofilia kalau berkunjung ke rumah sakit adalah suatu hal yang menyenangkan dan tidak menjadi beban pikiran mereka, memiliki pusat pelayanan hemofilia tersendiri dengan fasilitas memadai, dapat bersosialisasi antar penderita sehingga tidak merasa sendiri, dapat segera tertangani agar tidak menjadi lebih parah atau cacat dan dapat hidup normal seperti yang lain.
Dan Insya Allah hemofilia dapat disembuhkan. Amin.


Nanti cerita-cerita lagi ya...

Wassalam
Gugun

2 comments:

Abihira Herba Center said...

Pak...saya yakin bahwa semua penyakit Insya Allah pasti bisa disembuhkan....dan Rasulullah juga sudah memberikan ilmunya kepada kita tentang bermacam2 obat....
semoga kita selalu dilimpahi kesehatan....

sigalayan said...

InsyaAllah mas .... tks supportnya. Sering-sering mampir ke blog Saya mas.