Thursday, July 31, 2008

No Protol-protol


Ini kisah nyata terjadi di Samarinda. Sebut saja Ibu Heri seorang pedagang kebutuhan sehari-hari di sebuah perumahan di Samarinda. Ibu Heri setiap pagi selalu pergi ke Pasar Segiri untuk membeli apa saja kebutuhan dapur untuk mengisi warungnya. Lombok, jahe, minyak goreng, tepung, beras, sayur-sayuran dan juga buah-buahan seperti pisang, nenas, dll. Pelanggannya adalah masyarakat sekitar rumahnya tidak terkecuali David si bule yang tinggal tidak jauh dari rumahnya.

Singkat cerita suatu hari si bule ingin beli pisang (nih cerita ulang Pak Heri kepada Saya). I buy banana one by one. Bu Heri yang saat itu sedang jaga warung dengan pasti bilang .... ok, ok ..... Kontan saja si bule ambil beberapa biji pisang dengan semangat (kali liat seger-seger dan mulus pisangnya, maklumlah bu Heri kalau belanja selalu cari yang bagus-bagus). Tapi apa yang terjadi ....... si bule kaget luar biasa ketika tiba-tiba bu Heri teriakkkk ...... no protol .... no protol-protolllll. Bingunglah si bule ...... what's ?????? No .... protol tuan.

Keluarlah Pak Heri mendengar teriakan bu Heri ...... huaaahaaaaaaaa, never main sir, please kata pak Heri. Ternyata maksudnya bu Heri pisangnya jangan diprotoli ..... heeeee, kena deh.
Sekarang tetangga-tetangga bu Heri kalau beli pisang selalu bilang gini .... berapa harga no protolnya ????

Read More..

Thursday, July 3, 2008

Kelas Akselerasi dan Kehidupan Sosial Anak

Kelas akselerasi atau percepatan belajar tidak menjamin pemenuhan kebutuhan dan hak anak dalam pendidikan. Sekalipun dalam aspek kognitif peserta akselerasi maju pesat, kehidupan sosial anak jauh berkurang.

Anak pertama Saya Bhima Wicaksana Sigalayan adalah termasuk salah satu siswa akselerasi di SMPN 1 Samarinda (lulus tahun ini 2007/2008) dan meskipun diterima di SMAN 1 melalui program khusus tetapi anak Saya mengaku enggan jika harus ikut kembali program akselerasi seperti yang dijalaninya selama duduk di bangku SMP.

"Kakak tidak ingin lulus terlalu muda. Masih ingin bergaul dengan teman-teman sebaya dan menikmati masa sekolah," kakak ingin enjoy, main sama temen-temen, ngak melulu ngerjain PR dan belajar-belajar terusssss, katanya polos. Dulu, waktu menjalani akselerasi di SMP, dia masih harus mengikuti berbagai tambahan pelajaran baik Bimbel di Sekolah maupun Bimbel di lembaga pendidikan Airlangga disamping masih juga les privat Matematika di rumah dan Bahasa Inggris di salah satu Lembaga Kursus di Samarinda.

Permasalahan sosialisasi antara kelas reguler dan akselerasi sulit dihindari. Saya sempat kaget ketika putra Saya Bhima cerita kalau teman-temannya di kelas reguler (saat SMP) mengatakan bahwa kelas akselerasinya tidak diakui sebagai satu angkatan dengan murid yang masuk bersamaan ke sekolah itu hanya karena waktu lulusnya berbeda, atau sebaliknya siswa kelas 3 masih menganggap mereka baru kelas 2. Hal itu karena waktu belajar yang umumnya ditempuh tiga tahun, di kelas akselerasi dengan pemadatan materi menjadi dipercepat dan hanya berlangsung dua tahun. Sebagian guru mereka atau hampir semua guru kelas akselerasi mengatakan bahwa anak-anak kelas aksel sangat berbeda dengan anak-anak kelas reguler bahkan cenderung aneh. Mereka sangat jarang yang mau bergabung ramai-ramai dengan kelas reguler, mereka cenderung menyendiri dengan temen-teman sekelasnya, sebenarnya tidak juga merasa "eksklusif" tetapi barangkali mereka merasa sepenanggungan dalam menerima "beban" akselerasi.

Sementara anak Saya berpendapat, sebetulnya kakak dan teman-teman aksel biasa saja. Seperti juga anak- anak lain, tak selalu serius dan ada bercandanya yang juga kadan canda yang berlebihan. Terkadang ada pandangan, kami ini luar biasa pintar dan (mereka) jadi segan atau kagum," katanya.

Tidak banyak rekan seangkatan kelas akselerasi Bhima yang melanjutkan ke program percepatan lagi. Dari 21 teman seangkatannya, yang berencana masuk kembali masuk kelas akselerasi di SMA hanya satu orang.

Pemadatan materi di kelas akselerasi menuntut peserta akselerasi harus tetap stabil dalam mengikuti pelajaran. Ini membuat sejumlah peserta kesulitan untuk mengikuti kegiatan di luar kelas, seperti ekstrakurikuler. Namun ada juga teman seangkatan Bhima yang juga aktif ikut ekskul termasuk Bhima, mereka nyantai aja, kamis sore, jum'at sore dan Sabtu ikut ekskul basket meskipun tidak jarang jika hari Sabtu mereka juga harus belajar atau melakukan remedial pelajaran. Kegiatan di luar akademis ini dapat menjadi wadah bagi murid bersosialisasi dengan rekan sebayanya.

Menurut berbagai sumber peserta kelas akselerasi di SMA katanya jauh lebih mudah untuk masuk perguruan tinggi negeri, tanpa tes, atau bahkan mendatangkan tawaran beasiswa dari luar negeri. Tetapi anak Saya berencana masuk di Kelas Unggulan. Semoga kesempatan yang sama juga diperoleh di kelas unggulan sebagaiamana kesempatan dan kemudahan yang diperoleh kelas akselerasi.


Read More..